Latest Blog :
Recent Blog

Mula Mula - Evoucher.co.id

Suatu hari di tahun 2005, Danny Baskara, mahasiswa semester akhir jurusan IT dari kampus di Jakarta Barat, sedang menghadapi sidang skripsi, naskah skripsinya yang berjudul “Analisa dan perancangan sistem informasi ecommerce” sudah ada di tangan di dosen penguji.

Baru beberapa detik dosen penguji memegang skripsinya, dosen penguji menanyakan “Kamu mau ngulang skripsi atau saya luluskan tetapi dapat C ?” (ini yang disebut Danny “digojlok sebelum sidang dimulai”).
“Loh memangnya kenapa pak ?”  Tanya Danny dengan wajah penuh pertanyaan.
“Karena skripsimu tidak masuk akal, baru beberapa tahun lalu dunia bisnis Indonesia dihebohkan dengan kebangkrutan Lippo e shop, sekarang kamu mau buat ecommerce ?” (bagi Anda yang tidak mengetahui sejarahnya, silahkan googling lippo e shop , juga bisa mengubah time range search result sebelum 2004).

Danny - Pendiri EVoucher.co.id
Singkat cerita, Danny memang lulus sidang skripsi dengan nilai C karena pada saat itu tidak ada orang yang mempercayai ecommerce. Timingnya tidak tepat. Namun sejak saat itu di hati Danny terus memiliki harapan untuk berkontribusi di dunia ecommerce Indonesia.
Fast forward ke depan, tahun 2010 Danny mendirikan situs daily deals evoucher.co.id yang berhasil survive dari bloodbath situs daily deal tahun 2010-2012, tahun di mana ada puluhan situs dailydeal tutup.

Saat ini evoucher bisa dibilang situs daily deal no 3 di Indonesia, setelah groupon dan ensogo (d/h livingsocial d/h dealkeren). Evoucher mungkin juga termasuk situs B2C ecommerce top 15 di Indonesia. Danny mencapainya tanpa pendanaan dari investor, tetapi dengan bermodalkan skillnya di internet (SEO) dan social media marketing (Twitter).
Setelah lama bootstrapping (bisnis dengan dana sendiri) jatuh bangun sejak 2010, Minggu ini Evoucher.co.id mengumumkan perolehan pendanaan oleh Valuein Technology Indonesia (VITI). VITI merupakan perusahaan asal Korea yang berfokus sebagai penyedia digital kontens yang juga akan turut meramaikan industri game di Indonesia, dengan pengalaman lebih dari 15 tahun di industri game di Asia Pasifik.


Evoucher merupakan perusahaan internet yang menjual Voucher dan Produk secara online dengan jangka waktu terbatas (Time sale) , Untuk penjualan Voucher kategori yang ada meliputi restoran , travel , hotel , treatment kecantikan dan produk yang dijual pun beragam mulai mulai dari peralatan rumah tangga ,gadget hingga busana. Tim Evoucher akan memanfaatkan dana tersebut untuk pengembangan usaha dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendorong strategi bisnis yang dijalankan Evoucher, baik untuk pengembangan infrastruktur maupun pemasaran. Dana ini merupakan investasi pertama yang diterima Evoucher yang sejak berdiri hingga saat ini dimana Evoucher beroperasional secara bootstraping atau self funding. Menanggapi hal tersebut, Danny Baskara selaku founder sekaligus CEO Evoucher Indonesia mengungkapkan, peraihan pendanaan terbaru ini merupakan salah satu upaya perwujudan Evoucher dalam menjadi situs e-commerce terdepan, “Kami sangat gembira mendapatkan dukungan tambahan dari investor dalam usaha kami untuk menjadi e-commerce yang paling sesuai dengan kebutuhan konsumen Indonesia.”  Selain itu, hingga saat ini Evoucher telah mendistribusikan lebih dari 960.000 buah produk dan voucher yang dijual melalui website dan mobile app. Pendanaan ini jelas memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi Evoucher untuk menargetkan peningkatan konsumen hingga 5 kali lipat  sehingga mampu menjadi perusahan internet terdepan di indonesia.



Sumber : Startupbisnis.com
Original website : http://evoucher.co.id/

Mula Mula - Bukalapak.com

Para pembelanja online di Tanah Air mestinya cukup akrab dengan situs Bukalapak.com (www.Bukalapak.com). Maklumlah, sejak diluncurkan pada 2011, Bukalapak.com telah menjadi marketplace untuk transaksi consumer to consumer (C2C) terbesar di Tanah Air.
 
Buktinya, saat ini Bukalapak.com sudah mampu menggandeng 60 ribu merchant untuk masuk ke platformnya, dan 100 ribu seller lainnya. Manajemennya mengklaim, rata-rata jumlah pengunjung mencapai 300 ribu per hari, dan transaksi yang dibukukan sekitar Rp 20 miliar per bulan.

Moncernya performa Bukalapak.com tersebut tak lepas dari tangan dingin sang pendiri sekaligus CEO-nya, Achmad Zaky. Di tangan pria yang kuliah di Jurusan Teknik Informatika ITB Angkatan 2004 ini Bukalapak.com menjadi situs e-commerce yang mampu memikat para investor.

Achmad Zaky - CEO Bukalapak.com
Konsep situs ini sebagai fasilitator UKM bertransaksi secara online, dinilai tepat oleh para investor. Tak mengherankan, setahun setelah berdiri Bukalapak.com mendapat dukungan modal dari Batavia Incubator, perusahaan modal ventura gabungan dari Rebright Partners (dipimpin Takeshi Ebihara) yang merupakan perusahaan asal Jepang dengan Corfina Group.

Tak lama berselang, Bukalapak.com kembali menerima dukungan pendanaan dari Gree Ventures yang dipimpin oleh Kuan Hsu. Dan pada Maret 2014, Bukalapak.com mengumumkan masuknya investasi dari Aucfan, IREP, 500 Startups, dan Gree Ventures.

“Keberhasilan Bukalapak.com merupakan hasil dari konsistensi dan fokus,” ucap Zaky, yang mengaku sejak awal sudah punya visi ingin menciptakan sesuatu, dan bukan bekerja sebagai profesional.

Bertolak dari visi tersebut, maka setamat kuliah pada 2008, Zaky pun memutuskan untuk mengembangkan usaha di bidang layanan TI, yang sekarang diberi nama Suitmedia (nama perusahaan resminya PT Kreasi Online Indonesia). Kelak, Suitmedia ini akan menjadi semacam laboratorium digital yang akan melahirkan beberapa situs web dan solusi digital lainnya.

“Ketika saya mendirikan perusahaan servis TI ini, dalam perjalanannya kok saya merasa ada yang kurang. Saya ingin bermain di bidang lain dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang,” ungkap Zaky. Dari situ, muncullah ide membuat situs e-commerce C2C bernama Bukalapak.com.


Sumber : http://kinciakincia.com/
Original Website : Bukalapak.com

Mula Mula - Peter Says Denim "PSD"

Peter Firmansyah
Peter Says Denim merupakan brand asal kota Bandung yang berdiri sejak bulan November 2008 dan pemiliknya adalah Peter Firmansyah. 
Pria asal Sumedang ini sejak SMA memang gemar untuk mengubek-ubek pakaian di pedangang kaki lima, tapi sekarang pria ini sudah berhasil membuat brand sendiri, dan terkenal di Luar Negeri.

Tak butuh waktu relatif lama. Semua itu mampu dicapai Peter hanya dalam waktu 1,5 tahun sejak ia membuka usahanya pada November 2008. Kini, jins, kaus, dan topi yang menggunakan merek Petersaysdenim, bahkan, dikenakan para personel kelompok musik di luar negeri.

Sejumlah kelompok musik itu seperti Of Mice & Man, We Shot The Moon, dan Before Their Eyes, dari Amerika Serikat, I am Committing A Sin, dan Silverstein dari Kanada, serta Not Called Jinx dari Jerman sudah mengenal produksi Peter. Para personel kelompok musik itu bertubi-tubi menyampaikan pujiannya dalam situs Petersaysdenim. Untuk Band Lokal sendiri yang berhasil di endorse band semacam Rocket Rockers, Saint Loco.

Hasrat Peter terhadap busana bermutu tumbuh saat ia masih SMA. Peter yang selesai SMA lalu dia menjadi pegawai toko pada tahun 2003 di surfing industry yang membuat produk seperti Rip Curl, Volcom, Globe, hingga Rusty. Untuk mempromosikan brand produknya, Peter Firmasnyah memanfaatkan internet dengan cara memanfaatkan fungsi jejaring sosial di internet, seperti Facebook, Twitter, dan surat elektronik untuk promosi dan berkomunikasi dengan pengguna Petersaysdenim.
 
 
Strategi lain yang bisa dilakukan Peter adalah dengan meng- endorse band-band lokal maupun internasional. Band-band yang di endorse memang bukan band nomer satu, tapi inovasi yang dilakukan Peter itu patut mendapat apresiasi. Bahkan menjadi inspirasi brand yang lain untuk melakukan hal yang sama, berkat inovasinya itu penjualannya pun semakin meningkat. Kepandaian bergaul dan sedikit kemampuan marketing membuat brand PSD pun semakin berkibar.Ini merupakan salah satu kebanggan bagi masyarakat Indonesia, untuk bangga terhadap produk lokal, serta menjadi pembelajaran bagi para generasi muda Indonesia.
 
 
Sumber : http://www.tau-sejarah.blogspot.com
Original Website : http://www.petersaysdenim.com/
 
 

Mula Mula - "Astec" (Alan-Susi Technology)

Alan Budikusuma & Susi Susanti
Susi Susanti adalah Pebulutangkis Putri pertama yang menyabet Medali Emas di Arena Olimpiade, bersama Alan Budikusuma di bagian Putra juga menyabet Medali Emas untuk Indoneisia di cabang olah raga Bulutangkis.
Kedua nya berhasil menjadi Juara pertama di single putra dan putri Olimpiade Bercelona 1992 dan sekarang kedua nya hidup menjadi suami istri. Setelah pensiun dari olahraga Bulutangkis. Alan pensiun setelah mengikuti Olimpiade Atlanta tahun 1996 dan Susi Susanti pensiun setelah menikah dengan Alan. Kemudian mereka berdua berusaha membuka usaha swasta di bidang olahraga juga, sejak pertengahan 2002, Alan bersama Susi mendirikan perusahaan yang memproduksi raket dengan merk sendiri, yaitu Astec (Alan-Susi Technology).

Untuk mengembangkan usaha nya Susi dan Alan sudah banyak melakukan dan menyelenggarakan Turnamen Bulutangkis untuk anak anak dan dewasa. Pada tahun 2005, Alan dan Susi menggagas turnamen yang diperuntukkan bagi anak-anak dan dewasa, yaitu Astec Terbuka, dengan harapan dapat lahir bibit-bibit pemain bulu tangkis muda dan juga dapat mencetak lebih banyak lagi pemain berprestasi di tahun yang akan datang. Kemudian mulai tahun 2009, kategori dewasa pada Astec Terbuka masuk dalam kalender Federasi Bulutangkis Dunia (BWF). Untuk mewujudkan komitmen memajukan dunia bulu tangkis Indonesia, Alan bersama Astec juga menjadi sponsor bagi salah satu klub bulu tangkis yang juga telah mencetak sejumlah pemain dunia. Sekarang Susi dan Alan merambat ke luar negeri. Susi Susanti terus mengepakkan sayap bisnisnya. Bersama sang suami, Alan Budikusuma, berusaha menambah gerai tokonya. Dengan bendera PT Astindo Jaya Sport, baru saja melakukan ekspansi ke Hanoi, Vietnam.

Sebelumnya Astec punya agen di Malaysia, Filipina, Brunei, Prancis, dan Vietnam. Di dalam negeri, imbuh Susi, ada lebih dari seribu Astec yang bertebaran di kota-kota besar tanah air. Disamping itu Susi juga diangkat sebagai Ketua Pembinaan dan Prestasi di jajaran PBSI yang di Ketuai oleh Gita Wirjawan. Perlengkapan olahraga yang berlabel Astec, disamping memproduksi raket juga memproduksi sepatu olahraga dan bekerja sama dengan Instansi Pemerintah maupun Swasta untuk menggelar berbagai Turnamen Bulutangkis dalam Negeri Indonesia.
 

“Kami bersyukur permintaan produk Astec makin banyak. Produk kami terbukti bisa bersaing, baik di pasar dalam maupun luar negeri. Pelan-pelan kami akan mengembangkan ke negara lain,”Kata Susi Susanti. Ini adalah sebuah cermin dimana disaat seorang Atlit sudah pensiun dari bidang olahraga yang di gelutinya,tapi punya rencan masa depan yang dirancang sejak jadi Atlet. Semua pendapatan selama jadi Atlet di kumpulkan dan ada misi serta visi setelah pensiun.
 
Tidak hanya mengandalkan bantuan dan meminta belas kasihan kepada Pemerintah, karena pernah mengharumkan nama Bangsa dan Negara, tapi membuka kesempatan untuk meminta pemerintah bekerja sama dalam berbagai hal. Tentulah dengan program yang tersusun dan berada di bawah payung usaha yang resmi dan jelas. Inilah yang sedang dilakukan oleh Susi Susanti bersama suaminya Alan Budikusuma.

Alan & Susi Juara Olimpiade Bersama di Barcelona Tahun 1992


Sumber : Olahraga.kompasiana.com
Original Website : http://www.astec.co.id

Mula Mula - "Pempek Kentang" Indah

Dari hobi bisa menjadi bisnis menggiurkan, hal ini yang dialami wanita cantik asal Palembang, Sumatera Selatan, Indah Pratiwi. Indah sukses membuat pempek yang menjadi makanan khas asal Palembang, dari campuran kentang.

Indah mengakui melakukan hal yang tidak biasa pada proses pembuatan pempek. Biasanya pempek dibuat dari campuran tepung tapioka dan ikan. Namun Indah menyelipkan kentang, lalu diaduk menjadi adonan pempek.

"Saya hobi masak dan suka masak kentang. Lalu tiba-tiba bereksperimen membuat kentang menjadi bahan makanan pempek," kata wanita kelahiran Februari 1991 ini kepada detikFinance, di sela Wirausaha Muda Mandiri (WMM), Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Kamis (12/03/2015).
Indah yang memulai usaha saat masih menjadi mahasiswi di Politeknik Negeri Sriwijaya ini, memberanikan diri menjual pempek kentang. Apalagi saat itu di 2010, Indah mendapatkan dana hibah dari sebuah program wirausaha Rp 3 juta. Sayangnya usaha yang dirintis Indah justru bangkrut.

"Semuanya hancur dan bangkrut, karena orang berpikiran mainstream pempek dicampur kentang dan tepung tapioka keras dan nggak enak," imbuhnya.

Padahal, Indah yakin pempek kentang buatannya enak dan tidak keras. Menurutnya, secara alamiah kentang sangat baik bagi tubuh manusia, karena mempunyai nilai gizi baik, lemak rendah, dan menjaga kadar gula dalam darah.

Bangkrut tak membuat Indah pesimistis dan tutup usaha. Justru hal ini menjadi penyemangat dirinya mempromosikan produk buatannya lebih serius.

"Butuh kerja keras untuk promosi dan menjelaskan kepada masyarakat. Alhamdulillah, akhirnya produk saya mulai diterima masyarakat tahun 2011. Jadi butuh proses setahun," kisah Indah dengan nada serius.

Hasil dari kerja kerasnya secara bertahap membuahkan hasil. Produk yang diberi nama pempek kentang Indah, mulai masuk hotel hingga perusahaan katering. Bahkan Indah telah memiliki 2 outlet khusus penjualan pempek kentang Indah di Kota Palembang, dan saat ini memiliki omzet Rp 50 juta per bulan.

"Outlet sendiri ada 2, di Ampera Convention Center dan Jalan Mayor Santoso No. 976," tuturnya dengan malu-malu.

Indah yakin, ke depan produknya akan diterima baik oleh masyarakat. Apalagi, saat ini Indah telah menghasilkan 7 varian pempek kentang, yaitu pempek adaan, pempek isi telur, pempek kapal selam, pempek lenjer, pempek kriting, pempek kulit, dan pempek tabok.

Indah yang sukses menyabet juara II WMM Kategori Boga dari Bank Mandiri ini, berkeinginan kuat menjual produk pempek kentang ke seluruh Indonesia. Ia juga berniat, usahanya ini dibuat dengan model bisnis kemitraan atau franchise. Saat ini Indah masih aktif terdaftar sebagai mahasiswi S2 di Universitas Sriwijaya, Palembang.

"Saya ingin membuat 1.000 cabang pempek kentang di seluruh Indonesia. Oleh karena itu saya mau franchise, bentuknya toko outlet untuk oleh-oleh khas Palembang. Nanti saya punya impian outletnya ada di kota besar, di mal atau di bandara," tandas Indah sambil tersenyum.


Sumber : http://finance.detik.com
Facebook/Twitter : Indah Pempek Kentang

Mula Mula - Es Teler "77"

Pada awalnya, ES TELER 77 hanyalah sebuah kantin kecil yang dibuka di sebuah tenda di pelataran gedung pertokoan Duta Merlin di Jakarta. Kantin tersebut hanya memiliki lima karyawan tetap. Sering kali kantin tersebut harus ditutup akibat banjir yang terjadi pada saat-saat hujan lebat. Usaha kecil ini berjalan dengan cukup baik, tetapi sebagai pedagang kecil ES TELER 77 sering kali diperlakukan tidak adil oleh pihak manajemen gedung. Suatu saat pihak manajemen gedung menaikan harga sewa sampai tiga kali lipat tanpa alasan yang jelas. Tentunya ES TELER 77 yang hanya sebagai kantin kecil tidak bisa berbuat banyak, akhirnya kantin tersebut harus ditutup dalam waktu singkat yang diberikan oleh pihak manajemen gedung.
Kejadian tersebut tidak membuat Ibu Murniati putus asa. Dengan bantuan suaminya dan juga putra-putrinya mereka membuka satu lagi ES TELER 77 yang lebih baik dan lebih besar. Cabang ES TELER 77 ini dibuka di Jalan Pembangunan 1, di sebelah gedung pertokoan Gajah Mada Plaza. Di lokasi ini bisnis ES TELER 77 ini berkembang dengan pesat dan merek ES TELER 77 menjadi lebih dikenal.

Setelah beberapa tahun kemudian Ibu Murniati Widjaja dan keluarganya mendirikan badan usaha swasta bernama CV ES TELER 77 yang kemudian menjadi dasar bisnis keluarga ini. Perusahaan ini dipimpin oleh Bapak Trisno Budijanto dan dikelolah oleh putra-putrinya. Perusahaan ini kemudian berkembang dengan membuka beberapa cabang ES TELER 77 lainnya di wilayah Jakarta.
Meskipun demikian ES TELER 77 sebagai produk lokal Indonesia seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil oleh pihak pemilik tempat atau manajemen gedung yang seringkali lebih mementingkan perusahaan dengan merek-merek asing. Tetapi perusahaan ES TELER 77 tidak pernah menyerah. Sebaliknya mereka lebih bersemangat lagi setiap kali mereka harus menutup salah satu restorannya. Mereka bertekad untuk membuka lima cabang baru ES TELER 77 setiap kali mereka harus menutup satu cabang ES TELER 77. Dengan komitmen ini timbul ide untuk menggunakan sistem waralaba atau franchise untuk memperluas jaringan usaha ini.

     Pada tahun 1987, cabang ES TELER 77 pertama yang dibuka oleh seorang franchisee atau mitra kerja dibuka di Solo, Jawa Tengah. Sejak itu banyak anggota masyarakat dari berbagai kalangan yang tertarik untuk membuka ES TELER 77. Dengan menggunakan sistem franchise ini banyak outlet-outlet baru ES TELER 77 yang dibuka di kota-kota seluruh Indonesia. Sampai di Banda Aceh maupun Sampit pun ES TELER 77 sudah pernah dibuka. Perkembangan ini tentunya tidak mudah tercapai dan banyak hal-hal yang harus dipelajari oleh tim manajemen ES TELER 77. Untungnya, tim manajemen ES TELER 77 yang dipimpin oleh Bapak Sukyatno Nugroho, mantu tertua Ibu Murniati, siap untuk bekerja keras, terus memperbaiki dan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Sampai akhirnya, mereka sendiri pun jadi ahli dalam sistem franchise ini.

Dengan dibukanya banyak outlet-outlet ES TELER 77, kebutuhan bahan-bahan baku ES TELER 77 pun meningkat. Peruhaan ini kemudian mendirikan satu dapur pusat beserta pusat distribusinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Fasilitas di dapur sentral tersebut digunakan untuk membuat bahan-bahan makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh outlet-outlet ES TELER 77. Pusat distribusi digunakan untuk menyimpan dan mengirim semua bahan-bahan tersebut ke outlet-outlet ES TELER 77 di seluruh Indonesia. Dengan fasilitas-fasilitas ini ES TELER 77 dapat menyediakan bahan-bahan kebutuhan dengan standar kualitas yang terbaik. Dapur sentral dan pusat distribusi yang pertama didirikan di Jakarta Barat pada tahun 1997 dan baru saja dipindahkan ke lokasi yang baru di Serpong, Tangerang dengan fasilitas yang lebih baik.
     Saat ini outlet-outlet ES TELER 77 dapat ditemukan di pusat-pusat pertokoan di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Di negara lain pun ES TELER 77 sudah dibuka dengan sukses. Di kota Penang, Malaysia, kota Melbourne, Australia dan Singapore ES TELER 77 dibuka. Meskipun menghadapi kompetisi yang ketat terutama dengan merek-merek fast-food asing ES TELER 77 terus berkembang karena ES TELER 77 memiliki tekad dan komitment untuk terus memberikan yang terbaik kepada pelanggannya.
 


Sumber : http://m31ly.blog.binusian.org
Original Website : http://www.esteler77.com

Mula Mula - Helm Berpendingin & Pencegah Gegar Otak

Sejak usia delapan tahun, Linus Nara Pradhana mulai menyenangi dunia penelitian. Bagi siswa kelas VIII SMP tersebut, eksperimen pun menjadi semacam arena bermain dan belajar. Tak heran jika ia kini meraih berbagai penghargaan berkat penemuannya.

Penemuan Nara yang berhasil menyabet prestasi internasional adalah helm berpendingin (gel-coated helmet). Inovasinya itu menyabet medali emas dalam International Exhibition for Young Inventors, di Bangkok, Thailand, pertengahan 2012.

Linus Nara Pradhana
Nara yang kini berusia 14 tahun ini mengungguli 261 peserta lain dari seluruh penjuru dunia. Helm temuannya dinilai sederhana, tetapi memiliki manfaat besar dan aplikasinya cukup mudah. ”Awalnya ada yang meragukan kalau (helm) itu buatan saya, tapi ada juga yang mendukung,” ujar Nara.

Nara awalnya menciptakan helm bertempurung yang diisi air. Karena cepat menguap, helm ini lalu disempurnakan dengan menggunakan gel sodium polyacrylate (dapat ditemukan dalam popok bayi) yang diletakkan di atas tempurung helm dan dapat menampung air berkapasitas 100 mililiter.

Dengan kandungan air itu, helm berpendingin ini dapat menurunkan suhu di dalam helm hingga 21 persen. Hasil kerja keras ini pun akhirnya dipatenkan dan membuat produsen helm, PT Sentral Bahana Ekatama (SBE), tertarik memproduksinya secara massal.

Di luar kegiatan eksperimen, keseharian Nara tak jauh berbeda dari teman sebayanya. Di suatu siang, sekitar pukul 13.30, seusai pulang sekolah dari SMP Kristen Petra 5 Surabaya, Jawa Timur, Nara dijemput Florentina Rinawati, sang ibu.

”Selain hari Sabtu, biasanya dia pulang sekolah naik angkutan umum sama temannya. Cuma hari ini saya memang pengin jemput,” kata Rina yang menjemput dengan mobil.

Di sekolah, anak berambut pendek ini adalah sosok yang riang dan memiliki banyak teman. Di antara teman sekelasnya, Nara bukanlah siswa dengan prestasi akademis yang menonjol. Namun, ia dikenal memiliki rasa ingin tahu yang besar. ”Nara paling sering tanya sama guru, terutama kalau mata pelajaran yang hafalan,” kata Daniel Marcel (14), teman sekelas Nara.

Sepulang sekolah, Nara mengikuti les mata pelajaran Matematika dan Fisika selama 1,5 jam setiap Senin-Jumat. Sisanya, Nara lebih banyak menghabiskan waktu di rumah untuk belajar, membaca buku, dan menonton program dokumenter di televisi.

Didasari rasa ingin tahunya yang besar, Nara senang mengutak-atik benda elektronik yang ada di rumah. ”Dia memang usil, suka bongkar-pasang barang,” kata Rina. Selain itu, Nara juga kerap melontarkan bermacam ide kepada orangtuanya.

Ide-ide ”nyeleneh” Nara justru berawal dari hal sederhana. Saat menciptakan helm berpendingin, misalnya, gagasan Nara itu muncul karena dia merasa iba terhadap ayahnya yang kerap kepanasan saat mengendarai sepeda motor pada siang hari.


Dengan bantuan sang ayah, Gunawan Siswoyo, Nara kemudian mencari tahu formula yang cocok dan mencobanya berulang-ulang hingga akhirnya berhasil menemukan helm berpendingin dengan bahan gel sodium polyacrylate tersebut.

Gunawan berperan cukup besar di balik berbagai penemuan Nara. Hampir 30 tahun Gunawan menjadi guru mata pelajaran karya ilmiah sekaligus elektro di SMP Kristen Petra 3.

”Ide awal selalu dari Nara. Saya hanya membantu mengarahkan untuk mewujudkan ide-idenya itu,” ucap Gunawan.

Inovasi Nara yang terbaru adalah helm pencegah gegar otak yang merupakan pengembangan dari helm berpendingin. Hasil kreasi Nara ini mengantarnya menjadi finalis Indonesian Science Project Olympiad (ISPO), akhir Februari lalu.

Nara membutuhkan waktu lima bulan untuk merealisasikan idenya, helm bernama Cool Impact tersebut.

Dengan bantuan Gunawan, Nara melakukan penelitian di laboratorium SMP Kristen Petra 5, kantor PT Sentral Bahana Ekatama, dan Balai Konsultasi Industri.

Sistem pendingin yang menjadi kunci pencegah gegar otak di dalam helm ini terletak pada serbuk dan cairan kimia yang tercampur saat benturan terjadi. Cairan kimia terletak di dalam bungkus plastik berbeda dengan serbuk berwarna merah muda yang menyerupai garam tersebut.

Setelah cairan dan serbuk kimia ini bercampur, terjadi reaksi endotermik sehingga suhu di dalam helm yang tadinya 32,2 derajat celsius dapat turun mencapai 11,5 derajat celsius. Cairan dingin yang terdapat di dalam bantalan helm berfungsi menjadi pengompres kepala.

”Suhu dingin di dalam helm ini hanya dapat bertahan selama 25 menit, makanya sifatnya hanya sebagai pertolongan pertama,” ujar Nara yang menolak menyebutkan nama cairan dan serbuk kimia itu karena terikat kontrak dengan PT Sentral Bahana Ekatama.

Helm Cool Impact itu kini dalam proses dipatenkan dan juga akan diproduksi massal. Helm gagasan Nara ini dinamai Naravation oleh manajemen PT Sentral Bahana Ekatama.

Selain helm berpendingin dan antigegar otak, terdapat pula delapan penemuan Nara lainnya dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Beberapa alat itu, antara lain, alat pemotong apel, keranjang sampah untuk menghasilkan pupuk cair, urinoir harum tanpa air, dan biodiesel dari tanaman ketapang.

Meski senang bereksperimen, Nara justru bercita-cita menjadi pilot. Dia memiliki ketertarikan cukup besar terhadap pesawat dan dunia aviasi. Di sela-sela waktu belajarnya, bocah kecil ini menyempatkan diri membaca literatur ilmiah soal pesawat terbang, majalah Angkasa, atau bahkan cerita pembuatan pesawat.

”Bacaan yang paling saya senang adalah buku mengenai cara kerja pesawat untuk terbang,” kata Nara yang memiliki 12 miniatur pesawat terbang dari jenis Boeing hingga Airbus.


Sumber : www.kompas.com

Mula Mula - Tongsis "Tongkat Narsis"

Anindito Respati Giyardani
Fenomena selfie seolah tak terbendung. Bahkan, kini tongkat "pembantu" agar selfie bisa diambil dari jarak jauh banyak dijual bebas. Tak banyak yang tau, tongkat yang disebut tongsis itu adalah hasil inovasi pemuda Indonesia. Dia adalah Anindito Respati Giyardani. Semboyannya: narsis atau mati.


Rabu (11/6) malam, sekitar pukul 21.00 waktu setempat, cuaca Singapura begitu panas. Lantaran tak betah berdiam diri di hotel, wartawan media ini memilih berjalan-jalan. Kebetulan seorang teman di kamar sebelah, juga sedang ingin menikmati suasana malam di negeri singa.

Dengan mengendarai moda transportasi Mass Rapid Transit (MRT), kami menuju kawasan Orchard. Tak sampai 10 menit dari stasiun Dhoby Ghaut. Kata teman media koran ini, kami akan menemui seseorang yang dianggapnya sebagai hantu di dunia jejaring sosial. 

Bertempat di Oriole cafe di kawasan Somerset, kami menjumpai hantu jejaring sosial itu. Perawakannya justru berbanding terbalik dengan hantu. Kepalanya memang plontos, tapi bukan tuyul. Badannya tegap tinggi dengan perut yang sedikit buncit. "Gue Babab," katanya, mengenalkan diri. 

Babab merupakan nama populernya di dunia maya. Di blognya, ia menulis, Babab bukan berarti singkatan dari buang air besar agak banyak. Tapi, itu merupakan panggilan kesayangan yang diucapkan anaknya. "Tapi terbawa sampai sekarang. Jadi teman gue juga manggil Babab," ujarnya. 

Sepintas, tak ada yang spesial dari laki-laki yang bekerja di sebuah provider ternama ini. Namun, kesan spesial itu seketika berpendar kala ia mengeluarkan sebuah peranti dari tas selempangnya. 

Voila! Babab mengeluarkan tongkat dengan panjang sejengkal. Namun, ketika dipanjangkan, bisa mencapai 1,3 meter. Kemudian, Babab menyelipkan ponsel di bagian ujung tongkat itu. "Cheeersss..." cetusnya. Mendengar itu, sontak kami bergaya.


Ya, peranti yang Babab keluarkan itu bukan sesuatu yang asing akhir-akhir ini. Itu tongsis alias tongkat narsis. Babab adalah sang kreator tongkat yang semula diberi nama tongkat ajaib ini. "Terpaksa gue ganti namanya biar lebih familiar dan nge-brand," terang pemilik akun twitter @bababdito ini. 

Tak ada Babab maka tak pernah ada tongsis. Ide gila ini bermula dari kegilaan juga. Dulunya, di era-era tenarnya pelbagai aplikasi jejaring sosial, Babab mengaku bisa menghabiskan waktunya 10 jam tiap harinya, hanya sekadar menatap layar ponselnya. "Pokoknya, saat itu, gue nggak bisa lepas dari socmed (social media, red)," ungkap penyandang gelar sarjana hukum ini. 

Setelah memiliki beragam akun jejaring sosial, mulai tercetus di benak Babab untuk menciptakan peranti yang memudahkan setiap orang mengambil potret dirinya sendiri tanpa harus meminta tolong orang lain, atau yang marak disebut selfie. Ide itu kemudian tersambung lewat monopod yang dimilikinya. Kemudian, iseng-iseng ia sambungkan dengan pengikat ponsel yang biasa dipakai sekadar untuk memajang ponsel di etalase. 

Setelah menemukan bentuk idealnya, Babab membawa peranti rancangannya itu pada temu komunitas iphonesia, pengguna ponsel iphone, di Labuhan Bajo. Di situ, sembari ketawa-ketiwi ia sibuk selfie di tepi kapal. "Temen-temen gue pada nanyain, alat apaan ini? Ya, gue jelasin ini tongkat ajaib. Elo bisa selfie dengan high-angel," tutur Babab. 

Akhirnya, satu demi satu teman sesama iphonesia mulai mengorder peranti yang kemudian beralih nama menjadi tongsis itu. Puncak kepopuleran tongsis dua tahun lalu, ketika ibu negara Ani Yudhoyono, yang hobi fotografi, dihadiahi tongsis oleh anak-anak iphonesia. "Habis foto tongsis yang dipakai Bu Ani terpublish di social media, rame banget deh orderan," kelakarnya. Sayangnya, Babab enggan menyebutkan orderan tongsis yang telah diproduksinya selama ini. "Ada deh," ucapnya seraya tertawa. 

Babab mengaku, tak pernah menyangka ide yang bermula dari hobi selfie-nya ini justru mendatangkan pundi-pundi rupiah. "Lha gue aja modalnya cuma sejuta. Itu pun pakai kredit," ungkapnya. Dari uang sejuta itu, tongsis mulai mendunia.

Ada beberapa negara yang menjadi pemasok setia tongsis buatan Babab. Seperti sejumlah negara Asia Tenggara, hingga merambah ke Korea Selatan, Jepang, dan Cina. "Kemarin ada beberapa pemasok dari London yang juga sempat ngorder," tambah Babab. 
Seiring ketenaran tongsis, marak pula kreator tandingan. Melihat kondisi ini, Babab merasa kecolongan. "Gue pikir yang beginian (tongsis, red) gak bisa dipatenin," katanya. Namun, setelah bersua Yoris Sebastian, pengusaha yang bergerak di bidang industri kreatif, Babab baru tahu, kreasinya ini bisa dipatenkan.

Enggan kecolongan lebih lama, dibantu Yoris Sebastian, Babab kemudian mendaftarkan tongsis agar memiliki hak paten. Tidak tanggung-tanggung. Pada 20 September 2012 silam, temuan tongsis ini dipatenkan hingga ke Amerika Serikat. "Yoris yang banyak bantu gue soal pencarian hak paten ini," ujarnya. Hanya saja Babab menyayangkan, meski sudah dua tahun didaftarkan, sertifikat hak paten tongsis belum juga keluar. "Kalau sertifikatnya udah keluar, ya orang kalau mau beli tongsis ya harus ke gue," harapnya.

Saat ini, sembari menunggu sertifikat hak paten itu sampai di tangannya, Babab tak berdiam diri. Di sela-sela kesibukannya bekerja, Babab masih meluangkan waktunya untuk meningkatkan mutu dan kualitas tongsis. 

Impiannya, ia ingin tongsis hanya dirakit di Indonesia. "Barang bakunya boleh dari mana aja, asal tetap di Indonesia buat merakitnya," ujarnya. Kemudian, sambungnya, Babab sekarang sedang mengutak-atik tongsis yang coba dipadukan dengan kekayaan khazanah Indonesia. "Gue pengin monopod tongsis itu bisa customize. Misalnya, yang udah gue buat nih, gua lukis tongkatnya itu dengan motif batik," ujarnya. 

Sedangkan proyek yang lebih gilanya, Babab ingin memodifikasi bentuk fisik tongsis. Ia menyadari, makin hari, orang makin malas membawa peranti tongkat sepanjang jengkal tangan dewasa ini. Tapi, Babab tak kehabisan akal. "Orang boleh malas bawa tongsis, tapi orang nggak pernah malas bawa powerbank kan kemana-mana. Kenapa? Karena bentuknya yang simpel. Tongsis kan nggak mungkin dikantongin," cetusnya. Sehingga, Babab sedang merancang tongsis dengan bentuk ceper, menyerupai power bank, tanpa mengesampingkan fungsi utama tongsis sebagai peranti pendukung selfie dan daya tahannya. "Itu yang lagi gue pikirin," ujarnya.

Selain promo jor-joran lewat jejaring sosial, Babab kini juga sudah punya website resmi untuk memesan tongsis. "Elo bisa akses tongsis.net buat tahu lebih banyak tongsis," selorohnya. Dari situ pula, tongsis kini sudah tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Apa Babab tak takut bila suatu hari tongsisnya ini tak lagi digemari orang? Mendengar pertanyaan ini, Babab tergelak. "Gue yakin, urusan narsis, orang Indonesia juaranya," kelakarnya.


Sumber : www.jpnn.com
Original Website : Tongsis.net

Mula Mula - Waroeng "Steak n Shake"

Sejak didirikan 10 tahun lalu, usaha kulinernya telah mencapai 50 outlet (gerai), dengan omzet di atas Rp 100 juta perbulan untuk setiap gerai. Mendengar kata steak akan teringat makanan khas Eropa yang mahal harganya. Namun, itu tidak berlaku di “Waroeng Steak and Shake”. Hanya dengan merogoh kocek Rp 8.000 hingga Rp. 13.000, aneka macam steak pun dapat dinikmati dengan cita rasa yang tak kalah dengan steak di hotel berbintang. Tak heran bila setiap kali Waroeng Steak and Shake buka pada saat jam makan siang, puluhan pengunjung langsung menyerbu kuliner yang telah meraih sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia. Bahkan, tak jarang sebagian di antaranya rela antri untuk mendapatkan tempat duduk. Seiring dengan berputarnya waktu, usaha ini semakin melaju. Jika tahun 2000 hanya memiliki 1 gerai sederhana dengan 2 karyawan, namun kini menjadi 50 gerai dengan mempekerjakan 1.000 karyawan. Jody menj ual Motor untuk Modal Usaha.
Jody Broto Suseno - Owner
Sukses yang diraih Waroeng Group tidak lepas dari keuletan dan tangan dingin sang owner (pemilik), Jody Broto Suseno (37). Dengan bakat wirausaha yang dimilikinya, sejak lulus SMA tahun 1993, Jody telah mencoba berbagai macam usaha, mulai bisnis parsel, susu segar, roti bakar, hingga kaos partai. Untung dan rugi pun pernah ia alami.

Tahun 1997, Jody terlibat mengurusi usaha “Obonk Steak” milik orangtuanya. Ia diminta menangani Obonk Steak dan memasarkannya ke teman-teman kuliahnya. “Tapi sayangnya ndak ada yang datang, karena harganya cukup mahal dan tidak terjangkau oleh kantong mahasiswa,” ungkapnya sambil tersenyum.
Pengalaman terakhir inilah yang memberi inspirasi untuk membuat usaha kuliner steak dengan harga mahasiswa. Jody pun mulai memikirkan cara menekan harga steak yang sejatinya memang mahal.

Diakui Jody, untuk mendirikan Waroeng Steak and Shake dibutuhkan modal awal yang cukup besar. Beruntung ia memiliki sepeda motor pemberian orangtua, yang akhirnya dijual untuk modal usaha. “Dari penjualan motor, saya gunakan untuk sewa tempat di daerah Demangan Yogyakarta, sebagian lagi untuk peralatan usaha, dan sisanya untuk membeli motor tua sebagai alat transportasi,” ujar Jody. Tanggal 4 September 2000 adalah awal berdirinya Waroeng Steak and Shake di Jalan Cendrawasih Demangan Yogyakarta. Jody memilih nama Waroeng sebagai brand usaha kulinernya untuk memberi kesan murah kepada konsumen.

“Di mana-mana yang namanya steak itu mahal, makanya saya memberi nama Waroeng untuk memberi kesan murah,” kata Jody. Mengingat pangsa pasarnya anak muda dan mahasiswa, maka warna yang digunakannya pun dibuat ngejreng, dengan kombinasi warna kuning yang dominan dipadu warna putih dan hitam.
Tahun pertama merupakan perjuangan bagi Jody. Dengan lima meja, sepuluh hot plate dan tiga menu utama (Sirloin, Tenderlon, dan Chicken Steak) yang disediakan Waroeng Steak, tak jarang hari-hari yang dilalui Jody tanpa pengunjung. Kalaupun ada, jumlahnya bisa dihitung dengan jari.


Masa awal ini lebih banyak dukanya daripada sukanya. Namun, usaha ini tetap jalan. Jody bertugas memasak di dapur, istrinya melayani tamu sekaligus menjadi kasir, dan dua karyawannya menangani tugas lainnya. “Alhamdulillah, di tahun pertama masih bisa menggaji karyawan dan memenuhi kebutuhan keluarga, meski pas-pasan,” jelas Jody. Interaksinya dengan pelanggan dan masukan yang dilontarkan mereka membuat Jody terus berbenah. Jody pun berinisiatif membuat daftar harga dan dipasang di depan warung miliknya. Ternyata cara ini efektif. Tidak lama berselang, banyak pengunjung dari berbagai kalangan memenuhi gerainya.

Tahun kedua, usahanya mulai menampakkan hasil. Pengunjungnya semakin stabil, bahkan tidak mampu melayani seluruh pengunjung. Maka ia pun mengajak keluarganya untuk berinvestasi mengembangkan usaha ini, mulai dari ayah, ibu, saudara, paman, dan keluarga lainnya diajak berinvestasi dengan bagi hasil 50:50. Semakin hari usaha ini berkembang hingga cabang ke-7 dengan sistem bagi hasil. Barulah pada gerai ke-8 dan seterusnya Jody mampu mendanai sendiri gerainya, tanpa menerapkan pola franchise.



Belakangan, Jody lebih senang mengajak investor dari kalangan ustadz untuk mengembangkan usahanya di berbagai daerah di Jawa, Bali, dan Sumatera. Sebut saja Ustadz Yusuf Mansur, Ustadz Edi Mustofa, dan Ustadz Endang ikut berinvestasi di bisnis ini. Bahkan, kini berkembang ke berbagai lini, seperti Bebaqaran untuk ikan bakar, Bebek Goreng H. Slamet, dan Festival Kuliner (Feskul). “Para ustadz itu saya ajak bergabung dengan usaha kuliner ini dengan harapan usaha ini memperoleh doa dari mereka,” terang Jody saat ditemui Suara Hidayatullah di Rumah Tahfizh miliknya di Deresan Yogyakarta.

Sumber : http://inspirasisuksesmulia.blogspot.com
Original Website : http://www.waroengsteakandshake.com/

Mula Mula - Keripik Pedas "Maicih"

     Tak pernah terbayangkan oleh Reza Nurhilman jika perkenalannya dengan seorang nenek tiga tahun lalu menjadi awal kesuksesannya berbisnis. Pemuda 23 tahun ini menceritakan bagaimana ia bisa menemukan resep keripik singkong "setan" Maicih, yang kini menjadi perbincangan hangat di dunia maya dan tenar di kalangan anak muda Bandung.

Reza Nurhilman
Sekitar 2008, Reza diajak oleh seorang temannya ke daerah Cimahi dan mencicipi keripik buatan si nenek yang enggan ia sebutkan namanya. "Saya cicipin keripiknya dan memang enak," kata Reza atau biasa disebut Axl, Presiden Keripik Maicih, saat berbincang dengan Tempo di salah satu kafe di Bandung. 
Saat itu bungsu dari tiga bersaudara ini masih bekerja serabutan. Sesekali ia mengikuti pelatihan motivasi sumber daya manusia. Ia belum terpikir akan menggeluti bisnis itu. Baru pada Juni tahun 2009, Axl kembali mengunjungi rumah nenek itu. Ia melihat si nenek hanya membuat keripik pada saat-saat tertentu dan pemasarannya amat terbatas. Terlintas dalam pikirannya untuk membangun usaha menjual keripik.

"Saya menanyakan resep keripik buatannya dan nenek tidak keberatan saya juga membuat keripik dengan resep sama," ia menjelaskan.

Dengan bermodal Rp 15 juta, Axl mulai memproduksi keripik yang diberi merek Maicih sebanyak 50 bungkus per hari. Ia membuat perbedaan tingkat kepedasan dari level 1 hingga level 5. "Saya mulai ngider memasarkan keripik dengan memberikan sampel ke teman, saudara, memanfaatkan Twitter dan Facebook," katanya.
     Pada 11 Februari 2010, di Paris Van Java Mall, Bandung, digelar acara trademark market. Kesempatan ini digunakan Axl untuk meluaskan pasar keripik Maicih. Ia merasa terbantu oleh berlangsungnya acara itu. Pasarnya bertambah. "Artis dan para pejabat jadi tahu dan penasaran dengan keripik Maicih," katanya.

Nama Maicih, kata mahasiswa Manajemen Universitas Maranatha Bandung ini, diambil dari istilah dompet kecil yang suka dipakai ibu-ibu. Nama ini juga mengundang rasa penasaran konsumen karena terdengar nyeleneh. Pemasarannya dibantu oleh teman-temannya di sekolah menengah atas dan saudaranya. Walhasil, peminat keripik Maicih mulai banyak. "Awalnya karena penasaran dengan nama Maicih-nya," ucapnya.

Dalam sebulan, respons atas keripik itu mulai bermunculan. Kebanyakan mengomentari penyedap rasa yang amat dominan. "Saya langsung memperbaikinya karena enggak mau kehilangan pelanggan," ujarnya. Axl juga mulai mengenal selera pelanggan. "Lebih banyak yang suka keripik dengan kepedasan dari level 3 sampai 5," katanya. "Ada juga yang level 10, sangat pedas, tapi itu limited edition, gak diproduksi setiap hari."

Dalam menjalankan usahanya, Axl menerapkan prinsip totalitas, loyalitas, dan sinergi. Ia berharap kepercayaan pelanggan terjaga dan kekompakan tim pemasaran tetap berlangsung. Loyalitas terhadap keripik Maicih ini mendorong mereka membentuk satu komunitas yang bernama Icihers. Komunitas ini kebanyakan perempuan. Mereka amat aktif menyebarkan informasi tentang keripik Maicih.
Axl mengucapkan rasa terima kasihnya kepada kolega, saudara, dan para Icihers yang telah loyal memasarkan keripiknya. "Sehingga semakin banyak orang yang 'tericih-icih' (istilah ketagihan keripik Maicih)," ujarnya. 

Namun bukan berarti perjalanan bisnis Axl selalu berjalan mulus. Pada November tahun 2010, keripik Maicih tidak diproduksi akibat kurangnya alat penggorengan yang masih memakai tungku. "Pelanggan makin banyak tapi kapasitas penggorengan kurang," kata dia. Selama sebulan ia harus memperbaiki tunggu itu.

Saat ini dalam sehari ia bisa memproduksi 2.000 bungkus. "Selalu habis," ujar Axl. Ia berencana akan menambah jumlah produksi mencapai 10 ribu bungkus per hari. 
Axl, yang berasal dari keluarga ekonomi kurang mampu, tak menyangka usahanya bakal sesukses ini. Saat ini omzet penjualan keripik Maicih dalam sehari mencapai Rp 22 juta dan dalam sebulan bisa mencapai 7 milyar. Harga keripik dibanderol antara Rp 11 ribu dan Rp 15 ribu untuk luar Bandung.

Pelanggan di luar Bandung juga bisa memesan Maicih melalui sistem online di ngiderngiler.com. Dalam waktu dekat, Axl juga akan membuat wardrobe Maicih berupa kaus dan merchandise. "Saya ingin Maicih menjadi ciri khas Jajanan Bandung," kata dia.

Sumber : http://inspirasisuksesmulia.blogspot.com

Mula Mula - Keripik "Lebay"

Rini Sumiarsih
Rini Sumiarsih salah satu dari sekian banyak orang yang sempat kebingungan untuk memulai usaha. Ia pernah berjualan keripik pisang, namun pasarnya sudah diambil orang lain di kampungnya Desa Mayak, Kecamatan Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.

Pendapatan dari suami yang berjualan bakso goreng keliling per hari hanya berkisar Rp 15.000-20.000. Hal ini lah yang membuat mantan pengajar Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) ini ingin kembali terjun ke dunia bisnis, untuk menambah pendapatan keluarga.

"Lalu mikir harus bisnis apa lagi, masa sama. Ibu lihat banyak sekali talas, tapi biasanya talas itu diolahnya hanya direbus, saya mikir ini dibuat keripik bagus nggak. Terus dicoba," kata Rini di acara Media Gathering Prasetiya Mulya Business School, di Penang Bistro, Kebon Sirih Jakarta, Senin (22/4/2014).

Usahanya tak langsung berjalan mulus, Rini harus terus menerus mencoba bereksperimen membuat keripik talas yang enak. Maklum saja, ia baru pertama kali mencoba bisnis keripik talas. Produk keripik talasnya diberikan cuma-cuma untuk para tetangganya sebagai tes pasar.

Percobaan terus dilakukan hingga akhirnya Rini bersama suami, Dede memberanikan diri untuk menjual hasil karyanya. Keripik talasnya belum dimodifikasi apa-apa, rasanya pun hanya satu yaitu asin.

"Was-was pertama nggak ada label. Saya sama ibu berkeliling menjajakan keripik masing-masing 20 bungkus. Saya sisa 5, punya istri saya habis," kata Dede, sang suami Rini.

Dari situ mulai terpikir untuk mulai memasarkannya lewat warung-warung kecil di wilayah Cibeber. Rini menitipkan dagangannya di warung yang hanya berjumlah 6 gerai. Produknya ternyata cukup disambut positif masyarakat Cibeber.

Namun kedua pasangan istri yang sudah dikaruniai 3 orang anak ini kebingungan. Alasannya, jika produk mereka ingin dikenal dan berkelanjutan maka perlu ada label di produknya.

Pemilihan nama untuk labelnya itu pun tak mudah. Mereka terus berpikir nama apa yang cocok untuk produk mereka. Akhirnya dipilihlah nama "lebay" yang diambil dari nama julukan Rini di lingkungan ibu-ibu PKK di desanya. Entah apa alasannya Rini disebut "Ibu Lebay".

"Akhirnya ya sudah pakai nama keripik Lebay," kata Dede.

Dede kini fokus membantu istrinya menjalankan usahanya. Usaha Dede berjualan bakso goreng sudah ditinggalkan sejak 5 bulan lalu.

Di tengah usahanya, tepatnya Februari 2014, Rini mendapatkan bantuan dari para mahasiswa Prasetiya Mulya Business School. Sebanyak 8 orang mahasiswa Prasetiya Mulya berugas membantu usaha Rini dalam hal pemasaran, pembukuan, pembentukan kapasitas usaha dan bimbingan bisnis lainnya.

Dampaknya sangat terasa bagi Rini dan usahanya ini. Saat ini, produk Keripik Lebay memiiliki rasa berbeda-beda: balado, keju dan original. Juga pangsa pasarnya yang mencapai 135 toko.

"Pendapatan kotor kalau sebelum ada mahasiswa itu sekitar Rp 150-200 ribu/minggu. Setelah ada mahasiswa seminggu Rp 1,5 juta per minggu. Bersihnya Rp 300 ribu/minggu," katanya.

Kini Rini menunggu surat izin dari kementerian kesehatan agar produknya ini bisa dipasarkan di toko oleh-oleh Cianjur. Harapannya tak muluk-muluk menjalankan usaha. Ia hanya ingin hidup berkecukupan, dan bisa menyekolahkan anak-anaknya kelak dan produknya makin terkenal.

"Saya ingin keripik lebay jadi icon Cianjur," harapnya.

Sumber : http://finance.detik.com
 
Support : Creating Website | Kalvin Harefa Template | Copyright © 2015. Asal Semula - All Rights Reserved